Saturday, March 28, 2015

Hubungan Antara Pola Makan Ibu Hamil Dengan Tinggi Fundus Uteri dan Berat Badan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan menjadi bagian dari pembangunan nasional yang merupakan upaya bagi seluruh bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah dalam mewujudkan peningkatan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat setiap orang agar mencapai derajat kesehatan masyarakat. Pembangunan berwawasan kesehatan adalah sebagian strategi pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010 sehingga kebijakan dan strategi ini memiliki dampak negatif dan positif terhadap kesehatan masyarakat baik bagi individu, keluarga, maupun masyarakat terutama terhadap ibu hamil yang merupakan pencetus lahirnya generasi yang akan membangun bangsa dimasa depan. (Depkes RI 2000).

Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kebijaksanaan umum dari tujuan nasional. Agar tujuan pembangunan dibidang kesehatan tersebut dapat terwujud, diperlukan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal dan sebagai perwujudan upaya tersebut dibentuk sistem kesehatan nasional (Budioro, 2001).

Hubungan erat antara makanan dengan kesehatan manusia telah lama diakui oleh para ahli. Pada tahun 1970, para pembuat kebijakan pembangunan di dunia menyadari bahwa arti makanan lebih luas dari sekadar untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan saja. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, hal mana merupakan faktor kunci dalam keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Dalam hal ini gizi ternyata sangat berpengaruh terhadap kecerdasan dan produktivitas kerja manusia. Agar perencanaan upaya peningkatan status gizi penduduk dapat dilakukan dengan baik, semua aspek yang berpengaruh perlu dipelajari termasuk aspek pola makan, sosio-budaya, dan pengaruh konsumsi makanan terhadap status gizi. (Almatsier, 2001).

Asupan zat gizi sehari-hari sangat tergantung pada pola makan yang dilakukan. Jumlah dan mutu yang memadai harus selalu tersedia dan dapat diakses oleh semua orang pada setiap saat. Bahasan tersebut menggambarkan betapa eratnya kaitan antara gizi masyarakat dan pembangunan pertanian. Keterkaitan tersebut secara lebih jelas dirumuskan dalam pengertian ketahanan pangan (food security) yaitu tersedianya pangan dalam jumlah dan mutu yang memadai dan dapat dijangkau oleh semua orang untuk hidup sehat, aktif, dan produktif. (Almatsier, 2003).

Pada dasarnya Kehamilan merupakan keadaan fisiologis yang menyebabkan perubahan keseimbangan hormonal, terutama perubahan hormon esterogen dan progesterone.keinginan untuk hamil adalah salah satu insting manusia yang paling mendasar dan paling kuat, juga dimiliki oleh semua mahluk hidup dibumi. Kenaikan berat badan pada masa kehamilan berjalan dengan perlahan dan stabil. (Charlis, 2005).

Kehamilan merupakan masa kehidupan yang penting, masa ini dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Prawirohardjo, 2002).

Kecepatan naiknya berat badan hampir sama pentingnya dengan jumlah kenaikan yang harus didapat. Idealnya penambahan berat badan terjadi secara perlahan dan stabil disepanjang kehamilan. Selama trimester pertama berat badan naik 1,5 sampai 2 Kg dan saat memasuki trimester kedua kehamilan, ibu hamil harus mengalami kenaikan berat badan sekitar 500 gram per-minggu atau total kenaikan sebanyak 6 sampai 7 Kg. Memasuki bulan ketujuh dan delapan, berat badan harus terus naik sekitar 500 gram per-minggu. Trimester ketiga bulan terakhir kehamilan, berat badan ibu hamil hanya boleh naik sebanyak 500 gram atau 1 Kg atau tidak naik sama sekali sehingga jumlah kenaikan selama terimester ketiga adalah 4 sampai 5 Kg. (Francis-Cheung, 2008).

Menurut Abrams dan Salvin, 1995, “Kurangnya pertambahan berat badan pada trimester II berkorelasi kuat dengan penurunan berat lahir”. (Cunningham, dkk. 2005). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan berat badan ibu hamil sendiri adalah oedema, proses metabolisme, pola makan, merokok, muntah atau diare (Salmah, 2006). Untuk batas kenormalan kenaikan berat badan ibu hamil sendiri tergantung dari indeks masa tubuh (IMT) wanita sebelum hamil (Paath, 2004). IMT adalah berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi dalam meter (Hunter, 2005).

Berat badan yang didapatkan diakhir kehamilan adalah jumlah dari beberapa hal yang berbeda, kira-kira 7,5% kg, akan berhubungan langsung dengan bayi dan kebutuhannya untuk berat badan bayi, tali pusat, ketuban, otot tambahan untuk memperkuat dinding rahim, arah tambahan yang dibutuhkan bayi dan sel-sel baru untuk menyusui (Huter, 2005).

Selain peningkatan berat badan ibu hamil ada faktor lain yang dapat mempengaruhi berat badan bayi baru lahir antara lain genetik yang normal dan patologis, penyakit ibu, obstetrik dan lingkungan. Menurut National Center For Health Statistics, 2003 “Berat Badan Lahir adalah berat neonatus yang diukur segera setelah lahir atau secepatnya setelah keadaan mengijinkan”. Bayi yang kecil dan dikandung kurang dari 9 bulan lebih mengalami masa fisiologis pasca kelahiran dibandingkan dengan berat badan normal, tetapi bayi yang sangat besar (overweight) juga dapat mempersulit kelahiran (Eisenberg, 1999).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh sekolah kesehatan masyarakat Harvard secara dramatis menunjukkan bagaimana status kesehatan bayi pada saat lahir berhubungan erat dengan diit ibu selama kehamilan. Pada ibu-ibu yang diitnya baik sampai istimewa, 95% dari bayi balita dengan kesehatan yang tergolong baik dan istimewa, diit ibu sendiri dapat mempengaruhi berat badan ibu yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi BBL, sehingga kurangnya berat badan ibu hamil memungkinkan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (Eisenberg, 1996). Menurut National Center For Health Statistics 2003 “BBLR adalah berat neonatus yang pertamakali diukur setelah lahir kurang dari 2500 gr”. Keadaan bayi baru lahir juga tergantung pada pertumbuhan janin dalam uterus, termasuk berat badan lahir, sehingga kondisi ibu hamil diperlukan perhatian yang khusus. Kelahiran dengan berat badan rendah bisa membuat bayi menghadapi resiko tinggi terhadap banyak masalah termasuk kesulitan pernafasan dan perkembangan sehingga mempertinggi angka kematian neonatal (Slonne, 1995).

Dalam upaya perbaikan angka kematian neonatal, dapat dicapai dengan menemukan dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan janin dan neonatus, yaitu dengan kualitas pengawasan antenatal yang baik, sehingga keabnormalan kehamilan dapat segera terdeteksi dan teratasi. Pengawasan antenatal hendaknya minimal dilakukan 4 kali, 1 kali pada trimester I, 1 kali trimester II, dan 2 kali pada trimester III (Prawirohardjo, 2002).

Adapun hal-hal yang harus diawasi meliputi peningkatan berat badan ibu hamil, pemenuhan nutrisi, fungsi organ-organ tubuh, pertumbuhan dan perkembangan janin, jumlah dan letak janin serta letak plasenta, persiapan persalinan, keadaan jalan lahir, persiapan laktasi, imunisasi dan psikologi ibu (Jumiarni, 1994).

Derajat kesehatan perlu ditingkatkan terus, hal ini dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia adalah dengan meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit dari aspek pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Indikator Indeks Pembangunan Manusia di sektor kesehatan adalah umur harapan hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2007). Umur harapan hidup merupakan kontribusi dari Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBA) dan Angka Kematian Ibu (AKI).

Angka Kematian Bayi Baru Lahir di Indonesia saat ini masih jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015 sesuai dengan kesepakatan sasaran pembangunan milennium. Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (2002-2003), jadi Angka Kematian Bayi Baru Lahir (AKBBL) di Indonesia mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup atau dua kali lebih besar dari target World Health Organization (WHO) sebesar 15 per 1000 kelahiran hidup.
Menurut Menteri Kesehatan (2007), berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (2001), penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia diantaranya BBLR 29%, asfiksia 27%, tetanus neonatorum 10%, masalah pemberian makanan 10%, gangguan hematologik 6%, infeksi 5%, dan lain-lain 13%.

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut WHO (2007)diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 33%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain yaitu berkisar antara 9% - 30%.
Menurut Mitayami (2011) faktor penyebab BBLR adalah komplikasi obstetri, komplikasi medis, faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu diantaranya adalah dikarenakan penyakit, usia ibu, keadaan sosial ekonomi dan kondisi ibu saat hamil.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2003) Angka Kematian Bayi (AKB) di Propinsi Jawa Barat masih tinggi bila dibandingkan dengan angka nasional yaitu 321,15 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian bayi adalah komplikasi pada bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), asfiksia dan infeksi. Penyebab tidak langsung AKB adalah faktor lingkungan, perilaku, genetik dan pelayanan kesehatan sendiri (Retnasih, 2005).

Dari fenomena, besarnya masalah, kronologis masalah, dan dampak dari masalah, sehingga diduga ada hubungan anatara pola makan dengan tinggi fundus uteri dan kenaikan berat badan ibu hamil, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hal tersebut.

No comments:

Post a Comment