Tuesday, March 31, 2015

Pengaruh MSG Terhadap Kesehatan Reproduksi

Monosodium Glutamat atau yang biasa disingkat MSG memiliki peran sebagai bahan tambahan pangan. Bahan tambahan pangan ini sangatlah sering digunakan oleh manusia sebagai pembuat rasa lezat pada makanan.

Asam glutamat merupakan unsur pokok dari protein yang secara alami terdapat pada bermacam-macam sayuran, seperti tomat, kacang polong, dan kentang, serta daging, ikan, susu, dan keju. Pembuatan monosodium glutamat secara sintetis lah yang memicu penggunaan zat ini secara besar-besaran dalam industri makanan. Produksi MSG menurut WHO dapat mencapai 200.000 ton per tahunnya.

Namun sayang banyak orang yang menggunakan MSG dengan tidak memperkirakan banyaknya takaran yang diperlukan untuk memperlezat masakannya. Hal itu juga disebabkan oleh ketidaktahuan mereka akan efek dari penggunaan MSG yang berlebihan, salah satunya ialah organ reproduksi.

Monosodium glutamat diturunkan dari glutamat, sebuah asam amino yang ditemukan pada semua pangan yang mengandung protein, dan merupakan salah satu komponen terbesar dan penting dari protein. Asam amino glutamat terjadi seara alami pada pangan yang mengandung protein seperti keju, susu, daging, ikan, jamur, dll. Glutamat juga diproduksi oleh tubuh manusia dan vital untuk pertumbuhan, metabolisme, dan fungsi otak.

Rata-rata orang dewasa mengkonsumsi 11 g asam amino glutamat/hari dari sumber protein alami dan kurang dari 1 g/hari dari MSG. Sebaliknya tubuh kita menghasilkan 50 g/hari yang digunakan komponen metabolisme yang vital.

Asam glutamat secara alami berperan penting dalam produksi energi, sintesis urea, sintesis glutation, dan sebagai neurotransmitter (sinyal perantara sel saraf), dan merupakan asam amino utama dalam mitokondria sel. Walaupun zat ini penting untuk metabolisme dan produksi berbagai macam asam amino serta proses-proses penting dalam tubuh, penggunaan monosodium glutamat sintesis yang berlebihan terbukti berpengaruh buruk terhadap otak. Pada tahun 1968 dalam jurnal kedokteran New England Journal of Medicine dilaporkan mengenai penyakit sindrom restoran Cina, dimana penderita memperlihatkan gejala-gejala seperti rasa panas, rasa tertusuk di wajah dan leher, dada sesak, dan lain-lain. Penggunaan MSG memang sangat umum pada masakan-masakah khas Cina yang disajikan di restoran Cina saat itu. Percobaan pada mencit muda membuktikan bahwa pemberian MSG lewat oral atau suntikan dapat menyebabkan adanya lesi pada otak mencit serta menyebabkan gangguan pengaturan hormon. Berdasarkan rekomendasi WHO, MSG aman digunakan dalam makanan sehari-hari paling banyak 6 mg/kg berat badan manusia dewasa, yang berarti penggunaannya kira-kira tidak boleh lebih dari 2 gram per hari, sedangkan di negara Asia rata-rata penggunaan MSG sebanyak 3 gram per hari. Hal ini perlu diwaspadai karena penggunaan MSG dengan kadar seperti berrisiko menimbulkan alergi dan memperberat penyakit asma. Sedangkan terhadap system reproduksi wanita, pengaruh MSG terutama berdampak pada kerja dua hormone yang sangat penting dalam sistem reproduksi wanita, yaitu FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone).

FSH, yang dilepaskan ke dalam aliran darah oleh rangsangan dari hormon GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone), menyebabkan sel-sel telur di dalam ovarium tumbuh. Sel telur yang matang memberikan umpan balik ke kelenjar hipofisis untuk memproduksi LH, yang akan membantu pengeluaran sel telur dari folikelnya (proses yang dinamakan ovulasi) dan mengubah folikel kosong ini menjadi korpus luteum, yang berfungsi memproduksi hormon progesteron, untuk mempersiapkan otot rahim (endometrium) menjadi tempat perlekatan sel telur yang telah dibuahi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meneliti efek dari MSG terhadap sistem reproduksi, antara lain penelitian oleh Redding T (1971) yang mengungkapkan bahwa MSG menurunkan kadar GnRH dan LH pada mencit, atau penelitian oleh Lamperti dkk (1976 dan 1977) yang membuktikan bahwa MSG menyebabkan lesi otak yang menghambat perkembangan folikel dalam ovarium mencit serta menurunkan kadar FSH dan LH dalam darah. Penelitian-penelitian lain juga mengungkapkan efek buruk dari pemberian MSG terhadap kesehatan reproduksi, antara lain menyebabkan kerusakan sel saraf, pengurangan berat kelenjar penghasil hormon (endokrin), pemanjangan siklus estrus, pengurangan berat testis, penurunan jumlah folikel, penuaan sel telur, dan pengurangan reseptor hormon estrogen, sehingga sel menjadi kurang sensitif terhadap hormon estrogen. Penelitian terbaru tahun 2007 juga menunjukkan adanya degenerasi sel dengan pemberian MSG 6 gram dan kemungkinan perannya sebagai racun bagi sel telur dan folikel di ovarium.

Terkait masalah etik, memang belum ada penelitian menyeluruh mengenai efek MSG pada reproduksi manusia. Namun dari berbagai hasil penelitian pada binatang di atas, tidaklah berlebihan jika kita lebih hati-hati dalam menggunakan MSG pada makanan sehari-hari, karena kemungkinan efek buruk terhadap sistem reproduksi yang dapat mempengaruhi kesuburan pria maupun wanita.

Selama tiga puluh tahun, para ahli dan peneliti telah menggunakan MSG dalam eksperimen mereka dengan tujuan membuat uji obese dan pre-diabetic, stroke ischemic, dan menghancurkan jaringan sel in vivo dan in vitro. Jumlah penelitian yang menggunakan MSG untuk menyebabkan efek negatif dalam orang yang diuji yang jumlahnya di atas 1000, dipublikasikan dalam berbagai jurnal medikal dan sains dalam banyak negara berbeda. Monosodium glutamat yang ditambahkan ke dalam makanan telah ditunjukkan untuk meningkatkan keinginan orang yang diuji untuk makan lebih cepat dan lebih sering.

Terdapat banyak bukti bahwa tidak hanya peningkatan obesitas dan diabetes manusia yang dihubungkan pada pemakaian monosodium glutamat, tapi peningkatan keautisan dan penyakit Attention deficit hyperactive juga. Dari berbagai bukti yang menunjukkan efek-efek yang disebabkan oleh bahan tambahan pangan Monosodium glutamat, Joint Food and Agriculture Committee/World Health Organization Experti Committe on food Additive telah diminta untuk menghapus monosodium glutamat (dan bahan-bahan yang mengandung MSG) dari daftar bahan tambahan pangan yang diperbolehkan, dan juga dari vaksin.

Pemakaian MSG Oleh Manusia

Secara oral

Monosodium glutamat ditemukan dalam jumlah tak terbatas dalam beragam makanan. MSG juga ditambahkan dalam jumlah tak terbatas di restoran dan industri makanan seperti rumah sakit, rumah jompo dan kafetaria. Karena prosesor makanan dan pabrik tidak harus mencantumkan jumlah MSG pada packaging mereka, kita tidak punya cara untuk mengetahui seberapa banyak orang normal atau anak akan mengkonsumsinya sehari-hari. Menurut penelitian industri 0.6 % MSG yang ditambahkan pada makanan adalah optimal untuk membuat orang makan dengan banyak dan cepat (Bellisle, 1991). Jika ini adalah kasusnya, sebanyak 6 % makanan harian orang terbuat dari MSG. Dalam 2 kg pemakaian harian dari makanan, dewasa atau anak akan menerima 12 g dosis monosodium glutamat. Dosis 12 g MSG adalah lethal bagi satu kilogram tikus. JECFA Toxicology Study, FAO Nutrition Meetings Report Series, 1974, No. 53

Subcutaneously

Walaupun sebelumnya JECFA telah tidak memperbolehkan MSG dalam makanan bagi bayi dan mereka yang masih berumur di bawah satu tahun, banyak bayi dan anak-anak yang menerima dosis MSG dalam berbagai vaksinasi.

Transmisi udara

Sekarang MSG sudah mulai disemprotkan pada pertanian dan bisa menjadi airborne. Walaupun Codex tidak memperbolehkan penambahan MSG pada buah-buahan segar dan sayuran (GFSA Annex pada Tabel 3) Auxigro, dengan 30 % kandungan MSG, telah disetujui oleh beberapa negara untuk disemprotkan pada pertanian buah-buahan segar dan sayuran. Efek Airborne dari penyemprotan MSG masih belumm diteliti oleh JECFA.

Aspek Biologis

Monosodium glutamat adalah sebuah asam amino yang siap digunakan oleh reseptor glutamat di seluruh tubuh mamalia. Reseptor-reseptor glutamat ini terdapat dalam sistem syaraf pusat sebagai mediator utama dari eksitatori neurotransmisi dan eksitotoksitas. Kelainan neural dihubungkan dengan trauma, stroke, epilepsi, dan banyak penyakit degeneratif syaraf seperti penyakit Alzheimer, Huntington, dan Parkinson dan amyotrophic lateral sclerosis dapat dimediasi oleh aktivasi berlebih dari reseptor glutamat. Neurotoksisitas dihubungkan dengan eksitatori asam amino yang terdapat dalam makanan, seperti monosodium glutamat, juga telah dihubungkan dengan reseptor glutamat. Reseptor-reseptor glutamat ditemukan pada hati monyet dan tikus, sistem gerak, ujung syaraf, dan cardiac ganglia. Mereka juga terdapat di ginjal, hati, paru-paru, spleen, dan testis. Sehingga, pihak keamanan pangan harus menganggap jaringan-jaringan ini sebagai lahan target potensial.

MSG Meningkatkan Nafsu Makan

MSG yang ditambahkan pada makanan domba telah menghasilkan peningkatan nafsu makan dari domba. Domba dengan oesophageal fistulas digunakan dalam eksperimen sham-feeding untuk melihat bagaimana pemasukan sham dipengaruhi oleh penambahan monosodium glutamat (MSG) ke bermacam-macam makanan straw untuk domba.

MSG pada 5-40 g/kg straw meningkatkan pemasukan sham sebanyak 146% (P = 0.04) dan 164% (P = 0.01). Penemuan ini mengindikasikan bahwa pemasukkan makanan dengan kualitas rendah dapat ditingkatkan dengan memperbaiki palatabilitas mereka dengan MSG.

Terdapat hubungan yang dapat ditemukan dalam tes dengan subyek manusia: dua penemuan dengan MSG dan nafsu makan manusia ditemukan:

Ketika subyek manusia memakan makanan yang mengandung MSG, mereka cepat menjadi lapar lagi.

Manusia akan makan lebih banyak makanan yang ditambahkan dengan MSG daripada kontrol makanan yang tidak mengandung MSG.

Subyek mengkonsumsi preload sup dengan ukuran yang tepat yang mengandung konsentrasi monosodium L-glutamat yang berbeda. Efek pada nafsu makan berdasarkan preload-preload ini, dan ketika tidak ada sup yang dikonsumsi, dipelajari dalam tiga penelitian. Penemuan yang paling penting tentang MSG menunjukkan bahwa motivasi untuk makan kembali dengan lebih cepat menurut makanan makan siang di mana sup yang disuplementasi MSG disediakan.

Efek MSG pada palatabilitas dari dua makanan eksperimen diinvestigasi pada 36 laki-laki dan perempuan muda yang sehat. MSG memperbaiki tingkat palatabilitas, dengan nilai optimal 0.6 %. Test mingguan dari pemasukan menunjukkan bahwa subyek yang makan makanan eksperimen dengan kandungan 0.6 % MSG makan dengan cepat dan lebih cepat, mengindikasikan peningkatan palatabilitas dengan percobaan berulang. MSG memfasilitasi beberapa pemasukan tapi tidak semua makanan target, dan diasosiasikan dengan menguntungkan (peningkatan pemasukan calsium dan magnesium) atau merugikan (peningkatan pemasukan lemak) efek nutrisi. Dapat disimpulkan bahwa MSG dapat bertindak sebagai peningkat palatabilitas dalam konteks French diet.

MSG Menyebabkan Diabetes

Bahan tambahan pangan Monosodium Glutamat digunakan dengan tujuan membuat tikus penderita diabetes. Penderita diabetes meningkat setiap tahunnya, dan model hewan baru dibutuhkan untuk mempelajari aspek dari penyakit ini. Model hewan gemuk eksperimen dilaporkan telah didapatkan dengan menyuntikan monosodium glutamat pada seekor tikus. Ditemukan bahwa tikus ICR-MSG dimana metode yang sama digunakan, mengembangkan glycosuria. Kedua-duanya tikus betina dan jantan diobservasi jadi obes tapi tidak memiliki polyphagia, dan glycosuric setelah 29 minggu, dengan jantan mendapat insiden tingkat tinggi (70.0%). Konsentrasi glukosa, insulin, total kolesterol, dan trigliserida dalam darah lebih tinggi pada tikus kontrol di minggu 29. konsentrasi tinggi ini lebih sering muncul pada jantan yang lebih muda dari pada pada betina, dan parah pada jantan dewasa. Juga, tikus pada 54 minggu menunjukkan obesitas yang jelas dan meningkat konsentrasi glukosa, insulin, dan total kolesterolnya dalam darah.

Peneletian patologi tikus ICR-MSG jantan dan betina pada minggu ke 29 menunjukkan hipertropi pancreatic islet. Ini juga diobservasi hampir pada semua tikus-tikus ini pada minggu ke 54. Hal ini dikenali sebagai kelanjutan dari kondisi diabetes mellitus. Dari hasil di atas, tikus-tikus ini dianggap berguna sebagai hewan model eksperimen yang baru yang mengembangkan obesitas tipe 2 tingkat tinggi (non-insulin) diabetes mellitus tanpa polyphagia.

Tidak semua spesies tikus jadi obes dengan pemasukan MSG, beberapa di antaranya hanya mendapat diabetes. Hamster china yang baru lahir yang diinjeksikan dengan MSG menunjukkan tidak adanya tanda obesitas, bahkan saat tumbuh dewasa, tapi justru mengembangkan sindrom diabetes.

MSG Melintasi Placenta Membahayakan Janin

MSG terlihat dapat melintasi penghalang placenta dalam tikus, dan penelitian baru membuktikan bahwa dalam kasus di mana ibu manusia yang menderita infeksi intrauterine beresiko memiliki bayi yang mengalami kerusakan otak perinatal eksitotoksik yang disebabkan oleh glutamat.

Monosodium-L-glutamat yang diberikan subcutaneously pada tikus hamil menyebabkan necrosis akut dari neuron acetylcholinesteras-positif dalam area postrema. Efek yang sama telah ditemukan pada area postrema dari janin tikus. Proses kematian sel neuron dan eliminasi dari debris oleh sel microglia dibuktikan sama pada hewan-hewan hamil dan janin mereka. Bagaimanapun, neuron embrio jauh lebih sensitif atas glutamat seperti yang telah dibuktikan dengan hubungan kecepatan proses dan respon dosis. Observasi ini meningkatkan kemungkinan peracunan trasnplacental pada janin manusia setelah sang ibu mengonsumsi makanan yang kaya glutamat.

MSG dapat melakukan penetrasi pada penghalang placenta dan mendistribusi hampir di antara jaringan-jaringan embrio. MSG juga dapat menyebabkan kematian neuron yang dapat menghasilkan pengurangan kemampuan belajar dan mengingat pada tikus hamil dewasa yang diberi MSG. Disarankan bagi ibu hamil untuk tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung monosodium glutamat dan memperhatikan kebali RDA dari protein dan asam amino selama kehamilan.

Evaluasi Keamanan JECFA

The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah melakukan dua evaluasi tentang keamanan MSG. Yang pertama dilakukan pada tahun 1971-1974, dan yang kedua dilakukan pada tahun 1987. Review ini akan memperhatikan hanya evaluasi yang paling baru (JECFA 1988). JECFA melakukan penelitian toksisitas akut, subkronik, dan kronik pada tikus, tikus kecil dan anjing, bersama-sama dengan penelitian pada tetratologi dan toksisitas reproduktif. Glutamat ditemukan memiliki toksisitas oral yang sangat rendah. LD50 bagi tikus besar dan kecil adalah sekitar 15,000 dan 18,000 mg/kg berat badan.

Penelitian subkronik sebaik penelitian kronik dengan durasi hingga 2 tahun pada tikus kecil dan tikus besar, termasuk fase reproduksi, tidak memperlihatkan efek merugikan yang spesifik pada tingkat dietary hingga 4 %. Penelitian dua tahun pada anjing pada tingkat dietary 10 % juga tidak menunukkan efek apa-apa pada penambahan berat badan, berat organ, clinical indices, kematian atau prilaku umum. Penelitian tetralogi dan reproduksi menggunakan administration oral route tidak menunjukkan efek merugikan, bahkan pada dosis tinggi.

Evaluasi JECFA juga ditujukan pada dua isu neurotoksisitas potensial, khususnya pada bayi. Eksaminasi pada neurotoksisitas potensial merupakan komponen utaa dari evaluasi keamanan, dengan laporan dari 59 penelitian terpisah pada tikus kecil, besar, hamster, anjing, kelinci, guinea pig, bebek dan primata diperhatikatn. Isu ini diberikan banyak perhatian karena laporan bahwa lesion (focal necrosis) dalam hipotalamus ditemukan berkembang pada tikus dan kelinci setelah pemberian intravenous dan subcutaneous glutamat atau setelah dosis bolus tinggi oleh gavage. Lesion neuron ditemukan dalam jam pemberian dan tikus tampak menjadi spesies yang paling sensitif. Hampir keseluruhan penelitian dengan primata yang berhubungan dengan lesion hipotalamus negatif. Dosis gavage oral yang dibutuhkan untuk memproduksi lesion adalah 1000 mg/kg berat badan sebagai dosis bolus. ED50 untuk produksi lesion hipotalamus pada tikus neonatal adalah sekitar 500 mg/kg berat badan oleh gavage, di mana dosis palatabel terbesar adalah sekitar 60 mg/kg berat badan dengan dosisi lebih tinggi menyebabkan mual. Itu disimpulkan bahwa pemasukan voluntari tidak akan melebihi level ini.

No comments:

Post a Comment